Freeport Akan Habiskan Cadangan Mineralnya Jika Tidak Ada Perpanjangan

Freeport - Alat Berat Blog

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Rozik B. Sutjipto mengatakan nota kesepahaman itu berumur enam bulan untuk membahas amandemen kontrak karya. “Ada 4 poin, yakni kita sepakat bayar bea keluar sesuai aturan baru, kita juga sepakat bayar uang jaminan smelter senilai US$115 juta dan membayar royalti sesuai aturan yang berlaku,” katanya di Jakarta (11/8).

Namun, perkara kelanjutan operasi, kata Roziek, pihaknya sepakat untuk melanjutkan pembahasan amandemen kontrak sehingga belum ada pemberian kepastian soal kelanjutan operasi. Pasalnya, sesuai aturan yang berlaku perkara kelanjutan operasi itu baru bisa dilakukan pada 2019.

Menurutnya, pembahasan renegosiasi sudah dilakukan selama kurang lebih 2 tahun, sehingga pihaknya berharap pembicaraan selama dua tahun tersebut tidak sia-sia. Nota kesepahaman itu juga sebagai jembatan antara pemerintahan yang sekarang dengan yang baru sehingga tidak perlu mengulang dari awal lagi,

“Tidak ada yang aneh dari isi MoU tersebut. Memang banyak yang bertanya, kenapa kok ditandatanganinya kepepet dua hari sebelum lebaran,” ujarnya.

Kesepakatan isi nota kesepahaman tersebut sudah terjadi dua minggu sebelum 25 Juli 2014. Namun, karena harus disetujui dalam sidang kabinet maka pada Jumat (25/7) penandatangan baru dilakukan.

“Kalau lewat setelah lebaran, pembahasan ini akan molor lebih lama lagi,” jelasnya.

Sebelumnya kepada Majalah TAMBANG, Direktur Jenderal Minerba, R. Sukhyar menolak dianggap sudah melakukan kesepakatan perpanjangan operasional. Sukhyar bilang, Freeport baru bisa mengajukan perpanjangan paling cepat pada 2019 sesuai amanat Undang-Undang. Namun, pasca 2021 perpanjangan tak lagi memakai nama kontrak karya namun izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

“Karena rejim kontrak tidak dikenal lagi maka kami menyebutnya pengakhiran kontrak dan kelanjutan operasi, itu bahasanya,” tegas Sukhyar.

 

Peluang pun terbuka. Sebab, membangun smelter pastilah membutuhkan pasokan mineral mentah. Freeport meminta pemerintah memberi jaminan pasokan dengan tetap melanjutkan operasi produksi di tambang mereka pasca 2021. Sukhyar tak mengelak bahwa skenario seperti itu sudah dibuat. Menurutnya, mustahil Freeport bersedia bangun smelter bila tak ada jaminan perpanjangan izin operasi pasca kontrak berakhir.

“Nah, mana kala diwajibkan bangun smelter, bahan bakunya dri mana? Kan dari pertambangan. Kalau dia memurnikan, apa iya cuma sampai 2021 paling tidak 20 tahun. Kita bicara return of investment. Itu mengapa Freeport akan melewati 2021,” jelasnya.

Bila tidak ada perpanjangan, ia mengatakan tidak akan melakukan investasi lagi dan akan menghabiskan cadangan mineral yang ada. “Paling ekstrem kita habisin (cadangan) yang ada. dan tidak akan menambah investasi,” kata Roziek di Jakarta, Senin kemarin.

Menurut Roziek, cadangan mineral seperti emas, perak, dan tembaga pada wilayah operasi Freeport di Papua yang sudah terbukti masih akan cukup hingga 40 tahun lagi. Ia mengklaim, perusahaannya saat ini sedang mengembangkan tambang bawah tanah yang masih terdapat cadangan mineral.

Namun untuk dapat mengeruknya, Freeport harus mengeluarkan dana investasi mencapai US$ 8 miliar sampai 2019, kemudian US$ 2,3-US$ 2,5 miliar untuk pembangunan smelter di dalam negeri.

Ia berharap pemerintah tetap memberikan kelanjutan usaha, Freeport bersama pemerintah Indonesia akan mencari jalan keluar yang terbaik yang ujungnya baik untuk kepentingan bersama termasuk kepentingan nasional.

“Kita percaya kepada pemerintah, kita juga menjalankan apa yang diminta pemerintah, tiap 6 bulan tugas yang diberikan selalu dievaluasi,” tuturnya.

Sebagai informasi, menurut UU Minerba No.4/2009, Pemerintah periode ini memang tidak berwenang memberikan izin perpanjangan usaha Freeport. Alasannya, kepastian perpanjangan kontrak baru bisa dibahas paling cepat 2 tahun sebelum masa kontrak habis yakni 2019.

Bila diperpanjang, bentuk perjanjian antara Freeport dan pemerintah Indonesia bukan lagi kontrak karya, melainkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang membuat posisi tawar pemerintah lebih tinggi.

Sumber : Majalah Tambang

Share This :

Komentar